59 Tahun Bumi Cendrawasih dalam Cengkraman Garuda

Dermotimes.Keinginan beberapa masyarakat Papua untuk merdeka dari Indonesia belum selesai hingga saat ini, beberapa masyarakat Papua menginginkan kemerdekaan sudah sejak lama melalui beberapa cara yang halus hingga radikal. Beberapa cara tersebut tidak mempan dan Indonesia selalu menghalangi Papua untuk merdeka hingga saat ini. Tuntutan yang diinginkan oleh masyarakat Papua seharusnya perlu didengar dan ditanggapi sehingga masyarakat Papua merasa didengar dan tidak diabaikan, pemerintah Indonesia jangan menganggap remah tuntutan dari masyarakat Papua tersebut. Masyarakat Papua pastinya memiliki landasan yang jelas dan tujuan yang jelas mengapa mereka ingin merdeka, banyak beberapa alasan yang mendasari kemerdekaan mereka yaitu tidak jauh-jauh dari Hak Asasi Manusia, keadilan, dan kebebasan.

Pemerintah selaku pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan harus terbuka lebar tentang permasalahan ini, meskipun pemerintah telah membuat kebijakan mengenai pemerintahan daerah seperti di Papua dan Aceh yang memiliki ciri khas masing-masing, akan tetapi hal tersebut kutang memuaskan masyarakat Papua. Pemerintah masih kurang merespon ciri khas mereka dan kurang mengelola wilayah mereka, sehingga mereka menginginkan adanya kemerdekaan dan memisahkan papua dari Indonesia. Meskipun pemerintah seolah-olah berpihak ke pada mereka dengan cara mengeluarkan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Status Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua, akan tetapi dengan adanya UU Otsus tersebut tidak serta merta menjadikan Papua berubah menjadi wilayah yang adil, makmur, dan sejahtera. Terhitung sudah  22 tahun UU Otsus dikeluarkan setelah diperbarui pada tahun 2021 kemarin, namun realitas empirik yang ada di Papua menunjukkan bahwa kemakmuran, kesejahteraan, kemandirian, stabilitas politik dan keamanan, belum sepenuhnya terwujud.

Perjuangan masyarakat Papua tentu sudah cukup lama, akan tetapi sempat terhenti di masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto yang memiliki sifat otoriter dan militeristik. Pada akhirnya Reformasi Indonesia terjadi pada tahun 1998, dan pada saat itu Presiden Soeharto dituntut mundur oleh masyarakat Indonesia. Reformasi menjadi momentum yang cukup berharga bagi masyarakat Papua dalam menyuarakan hak dan tuntutan yang mereka inginkan, hal tersebut karena masyarakat Papua merasa bahwa mereka sedang berada dalam penjara kekerasan dan kejahatan Negara selama tiga puluh lima tahun (35 tahun) sejak 1961-1998. Momentum kebebasan tersebut menjadi langkah awal masyarakat papua dalam melakukan perlawanan terbuka kepada Pemerintah Indonesia yang sedang menduduki dan menjajah rakyat Papua.

Setiap manusia berhak untuk melawan jika sedang ditindas dan tidak mendapatkan keadilan yang layak, begitupun yang dilakukan oleh masyarakat Papua. Mereka melakukan sebuah perlawanan secara terbuka karena masyarakat Papua tidak percaya dan merasa tertindas oleh pemerintah Indonesia. Misi dari perlawanan masyarakat Papua adalah menolak segala bentuk kekerasan, kejahatan, dan pelanggaran Hak Asasi manusia yang dilakukan oleh negara secara sistematis dan masif terhadap masyarakat Papua sejak lama, dan bahkan negara Indonesia menyatakan Papua adalah Daerah Operasi Militer (DOM). Seluruh tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat Papua seharusnya menjadi kritik keras ke pada pemerintah, akan tetapi justru tuntutan masyarakat Papua dijawab dengan tekanan aparat keamanan TNI dan POLRI yang melahirkan kekerasan dan kejahatan Negara di Tanah Papua.

Pemerintah Indonesia selama ini telah menganggap Papua sebagai tempat penjajahan, hal ini terbukti dengan pendekatan kekerasan dan kejahatan yang dilakukan oleh negara dengan mengorbankan nyawa ratusan bahkan ribuan rakyat sipil Papua. Hingga saat ini TNI dan POLRI terus mengirimkan pasukannya ke wilayah Papua, jika ini terus dibiarkan maka negara akan terus melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia ke pada masyarakat Papua. Melalui tindakan yang dilakukan oleh negara tersebut masyarakat Papua berpotensi kehilangan harga diri, identitas, hak ekonomi, hak politik, hak mendapat pendidikan, hak mendapat pelayanan kesehatan, dan hak mengembangkan potensi kebudayaan karena tekanan secara militer dari negara.

Negara telah menjadi mesin pembunuh bagi masyarakat Papua, sudah banyak sekali korban rakyat Papua yang telah berjatuhan akibat dibunuh oleh negara yaitu Theys Hiyo Eluay diculik dan dibunuh oleh Kopassus dan sopir Aristoteles Masoka dihilangkan dan tidak ditemukan mayatnya sampai sejak 2001 hingga saat ini. Yustinus Murip dan delapan temannya dibunuh oleh TNI di Yeleka, Wamena pada tahun 2003. Pdt. Elisa Tabuni dibunuh oleh Kopassus di Puncak Jaya pada tahun 2004. Jenderal Kelly Kwalik dibunuh oleh Densus 88, Brimob dan TNI di Timika pada tahun 2010. Beberapa contoh tersebut merupakan sebagian kecil tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, masih banyak lagi kekerasan dan kejahatan Negara terhadap penduduk asli Papua. Penduduk asli Papua benar-benar dimarjinalkan dari Tanah leluhur mereka. Kehidupan dan kelangsungan hidup penduduk asli Papua secara ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang cukup memprihatinkan dan tidak berperikemanusiaan.

Selain kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh negara, ada beberapa hal lain yang menyebabkan perlawanan dari masyarakat Papua antara lain:

  1. Kurangnya perhatian dari pemerintah sehingga wilayah Papua merasa terbelakang, kebodohan, dan kemiskinan.
  2. Masyarakat Papua merasa termarjinalkan dalam berbagai macam aspek seperti pendidikan, ekonomi, sosial, dan lain-lain
  3. Perbedaan pemahaman sejarah antara Jakarta dan Papua
  4. Warisan kekerasan yang dilakukan oleh negara dan belum terselesaikan hingga saat ini
  5. Negara membuat kebijakan dan regulasi keamanan yang cukup ketat sehingga banyak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia
  6. Banyaknya tuduhan pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, intimidasi, pemenjaraan, kekerasan seksual dan perkosaan yang dilakukan beberapa oknum negara.
  7. Pemerintah Indonesia juga telah mempromosikan dengan aktif, dan membiarkan dengan pasif, diskriminasi yang meluas terhadap orang asli dan arus migrasi, yang saat ini telah mengakibatkan pengurangan populasi orang Papua menjadi hampir minoritas di tanahnya sendiri.

Beberapa hal di atas merupakan pelanggaran hak sipil dan politik yang dilakukan negara ke pada pemerintah, di luar itu negara juga telah melanggar hak ekonomi mayoritas warga Papua cukup lama seperti:

  1. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya menguntungkan segelintir orang, dan membiarkan pemilik asli tanahnya dalam kemiskinan.
  2. Distribusi yang tidak adil atas pelayanan sosial dan kesempatan ekonomi antara Papua dan non-Papua. Persoalan-persoalan itulah tak juga tuntas hingga sekarang.
  3. Tidak memperdulikan ekonomi Papua sehingga Papua masih tergolong sebagai provinsi termiskin di Indonesia dan amat tertinggal dalam banyak hal.

 

Berbagai permasalahan yang dialami oleh masyarakat Papua belum juga tuntas hingga saat ini, sehingga berbagai macam wacana “Papua Merdeka” masih bergemuruh dan disuarakan oleh masyarakat Papua. Beberapa macam perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat yang diakibatkan oleh tindakan negara justru dianggap sebagai ancaman, oleh pemerintah sehingga menimbulkan konflik yang tidak terselesaikan. Karena hal tersebut tidak ada pilihan lain bagi rakyat dan bangsa Papua, bahwa jalan satu-satunya adalah menentukan nasib sendiri (Self-Determination) atau Merdeka. Pendudukan dan penjajahan Pemerintah Indonesia di Tanah Papua harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan.

Editor by Dermotimes

 

One thought on “59 Tahun Bumi Cendrawasih dalam Cengkraman Garuda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *