Dermotimes.Banyakanya masyarakat pendatang dari luar Malang, khususnya mahasiswa yang berkuliah di Kota ini, membuat komunal masyarakatnya komplex. Pada dasarnya, meskipun banyaknya mahasiswa pendatang dari luar Malang, pluralitasnya begitu baik. Hal ini ditunjukan dengan upaya masyarakat dari luar yang menunjang kemajuan pada Malang sendiri. Seperti halnya dengan yang dikatakan Redy Eko Prasetyo sebagai pemusik Dawai di Kota Malang. “Malang ini saya sebut sebagai Kota perjumpaan karena Malang itu trafiknya banyak ragam etnis, suku, Karena memang secara geografis Malang daerahnya sejuk dan sebagai Kota Pendidikan di Indonesia. Disatu sisi saya sendiri asalnya dari Kalimantan,” Ujarnya.
Instrumentasi Musik Khas Malang
(Figure 1: Redy Eko Prasetyo Saat Memainkan Dawai. Source: Osam Kelian/Mic On)
Membahas tentang barometer musik di Malang, secara faktanya Malang tidak mempunyai alat musik khas sendiri. Meskipun Malang mempunyai tarian tradisional dan diiringi oleh komposisi musik tradisional, akan tetapi menggunakan alat musik khas dari darah lain. “Malang itu tidak punya instrumentasi khas. Tapi kalau tari ada,dan yang mengiringnya itu gamelan, itupun yang menjadi khasnya hanya komposisinya, bukan instrumntasinya, dan justru yang lebih kuat adalah tarinya, Tari Malangan,” Tambah Redy Eko.
Pada akhirnya Redy Eko membuat alat musik khas Malang yakni Dawai, untuk menunjukan alat musik dari Kota Malang sendiri. Festival Dawai Nusantara #3 yang digagas oleh Redy Eko pun membuahkan hasil dengan dibuatnya Dawai khas Malang yang juga diinisiatif oleh Redy Eko sendiri. “Saya membuat sebuah event bertajuak Festifal Dawai Nusantara. Karena instrumentasi berbasis etnis, Apalagi di Kota yang misalkan etnisnya kuat dengan instrumenntasi itu. Tapi kalau netral seperti di Malang, maka akan menjadi potensi untuk saling berkolaborasi. Misalkan dari NTT (Nusa Tenggara Timur) kolaborasi dengan Kalimantan jadi satu harmoni. Itu yang mendasari saya untuk bikin itu,” imbuhnya.
Rock Sebagai Barometer Musik Malang
(Figure 2: Ari, Administratif Museum Musik Indonesia. Source: Osam Kelian/Mic On)
Sedangkan pada perkembangan musik modern di Malang, pada era 70-an sudah sangat popular, terkhususnya music Rock. Di era 70-an hingga 90-an penikmat hingga pemusik rock di Malang sangat banyak. Pada saat itu, di Indonesia, Malang dikenal sebagai salah satu Kota dengan perkembangan musik rock yang popular. Seperti yang dikatakan Ari, administratif Museum Musik Indonesia “Music modern masuk di Malang dengan genre yang sangat dinikmati masyarakat Malang sendiri, ketika itu ialah musik Rock. Di tahun 90-an mulai banyak sub-sub musik rock. Tahun 2000-an genre selain rock sudah banyak di Malang, meskipun demikian, musisi-musisi rock masih terus berkarya dengan lebih spesifik ke sub-sub rock,” Ujarnya.
Di tahun 2010-an ke atas musik popular di Malang masih terus berkembang, dengan begitu banyak genre yang mulai dikonsumsi masyarakat Malang. Begitu banyaknya genre music di Malang, khususnya rock, secara perkembangannya sudah sangat meluas dengan lebih spesifik pada sub-sub rock. Namun, di era ini para musisi-musisi rock Malang kurang seeksistensi di era 70-an hingga 90-an. “Rock di Malang memang mengalami peningkatan dalam hal banyak musisi rock pada sub-sub itu, namun sosok-sosok rock Malang sekarang kurang begitu seeksistensi untuk menjadi label rock Malang, mungkin karena sudah banyak genre dan sub-sub pada genre itu,” tambah Ari.
Era sekarang dengan banyaknya karya-karya musik yang ada, tentu persaingan musik itu juga semakin besar. Dilain sisi alat musik sekarang sudah memadai, ada juga musik yang diproduksi dengan alat-alat teknologi yang praktis. Hal ini tentunya menjadi tantangan sekaligus peluang untuk musisi-musisi Malang berkarya. “Penikmat musik sekarang mempunyai banyak pilihan dalam mendengarkan musik, mereka mudah menyukai suatu karya musik, tapi juga mudah meninggalkan musik. Tidak seperti dengan yang dulunya,” tegas Ari.
Fakta Eksistensi Musik Rock Indonesia
(Figure 3: Egatama, Gitaris Band Karat. Source Osam Kelian/Mic On)
Secara keseluruhan musik rock di Indoensia sangat berkembang. Ada beberapa pencapaian-pencapaian yang diraih oleh musisi rock Indonesia. Hal ini tentu menjadikan kemajuan terhadap musisi rock tanah air,serta motifasi pada musisi-musisi rock generasi yang kedepannya. Seperti yang dikatakan Gaguk Ponco Setioutomo atau nama panggungnya Egatama sebagai gitaris di salah satu band rock Heavy Metal Malang, Karat namanya “Dulu rumornya The Beatles sempat menonton dan mengagumi salah satu band rock Indonesia, yakni The Tielman Brothers, dan isunya The Beatles terinspirasi oleh The Tielman Brothers musisi rock Indonesia yang hidup di Eropa,” Ujarnya.
Pergolakan musik rock tanah air yang susah diterima oleh masyarakat Indonesia kini mulai diterima masyarakat. Perkembangan zaman di era digitalisasi media sosial juga menjadi salah satu faktor keterbukaan masyarakat Indonesia pada musik rock. “Sekarang musik rock sudah bisa diterima masyarakat Indonesia, walaupun ada sub-subnya. Bedanya dengan di Eropa, musik apa saja diterima karena keterbukaan masyarakat. Kalau di Indonesia rock memang popular, tapi tidak seperti genre-genre lain. harapannya orang Indonesia harus bisa mengapresiasi dan memahami bahwa musik itu berjenis-jenis. Karena menurut saya, orang Indonesia masih melihat musik berdasarkan penampilannya juga, salah satu contoh rock dengan penampilannya yang hitam-hitam, menurut saya seringkali di diskriminatif,” Tegas Egatama.
Editor by Dermotimes